Selasa, 15 Januari 2013

Menuju Ekonomi Kesejahteraan Melalui Koperasi



Penulis  : Jamaludin,SE. MM
Cita-cita rakyat Indonesia adalah menjadi bangsa yang besar, bangsa yang sejahtera, bermartabat dan dihargai warga dunia seperti yang tersirat dalam butir-butir Pancasila dan UUD 1945. Jembatan emasnya itu adalah reformasi 1998. Sejak itu pula harapan makin jauh dari kenyataan, karena terjebak masalah konseptual. Sehingga, persoalan kemiskinan dan distribusi pendapatan menjadi terabaikan.

Nyatanya, angkatan kerja kita hampir 60% lulusan SD, dan hampir 80% SMP ke bawah. Pekerja formal hanya 30%. Sedangkan 70% nya bergerak di sektor informal. Upah sektor formal baru 2,4 juta rupiah perbulan, dan upah sektor informal hanya seperempatnya. Para buruh yang  bekerja kurang dari 35 jam per minggu sebesar 33%, dan sebesar 55% bekerja kurang dari 45 jam per minggu. Penganggur 12 juta orang. Diantaranya penganggur lulusan S1. Sebesar 52 juta orang berberak di Usaha Kecil Menengah (UKM), 40 juta orang diantaranya tidak pernah mendapatkan akses kredit usaha.

Dari jumlah itu, 9,9 juta orang diantaranya keluarga buruh tani, 13,7 juta rumah tangga petani gurem dan 5 juta keluarga nelayan. Puluhan juta buruh dan sektor informal tidak punya harapan masa depan yang cemerlang. Jadi, sangat logis kalau 80% rakyat Indonesia miskin. Faktanya Gross National Product (GNP) kita hanya 25.000 rupiah per hari per kepala. Sedangkan, pendapatan 18.000 saja 50% nya benar-benar miskin.

Padahal, ekonomi bagi golongan menengah itu sederhana saja. Bisa dilambangkan dengan y=c (ekonomi adalah pekerjaan adalah income adalah konsumsi).  Jumlah golongan ini sekitar 80%. Sedangkan menengah yang bisa menabung hanya sekitar 10% saja. Dan, golongan atas yang bisa menabung atau investasi jumlahnya hanya 5% saja. Diantaranya yang selama ini sudah dimanjakan dengan berbagai kebijakan ekonomi dan moneter seperti pembauran (KLBI, BLBI, Pakto, 88, SBI, Paket IMF, Paket BPPN, Kepres Nomor 24 dan nomor 26 tahun 1998, paket Century, dan lainnya yang justru merugikan rakyat).

Tricle down effect yang menjanjikan keuntungan,  itu hanya omong kosong belaka. Para konglomerat yang sudah terlanjur dimanjakan dengan semua kebijakan tersebut, malah melarikan  600 an triliun dana BLBI. Kini, rakyat yang harus menanggungnya sebesar 60 triliun per tahun dari tahun 1999 sampai 2030. Sebagai kompensasinya, subsidi pupuk terpaksa harus dihilangkan. Ironisnya, negara yang dikenal agraris ini, petaninya malah miskin. 

Bahkan pada tahun 2008 tercatat sebagai pengimpor pangan terbesar ke 2 dunia setelah Mesir. Sebenarnya, perubahan itu mudah saja. Berilah peluang kebijakan moneter kepada golongan miskin  dalam berbagai aktifitas terkait produksi pangan. Karena di sektor ini ruang pertumbuhan masih terbuka lebar. Terbukti, pertumbuhannya mencapai 5,6% pada tahun 2007. Sektor pertanian juga tumbuh 16,8%. Sedangkan sektor lainnya tumbuh sekitar 1%. Daya serap tenaga kerja di sektor pertanian juga besar sekitar 41%, sektor industri hanya 17% dan jasa 21%.

Untuk 5 tahun kedepan, mestinya pemerintah fokus pada upaya membangun landasan ekonomi yaitu kecukupan pangan  dan ketahanan pagan. Antara lain, buruh tani yang jumlahnya 9,9 juta Kepala Keluarga (KK) itu harus dibuatkan program intensifikasi pertanian dan peternakan. Petani gurem yang jumlahnya 13,7 juta KK dengan pertanian terpadu (peternakan & perikanan). Nelayan yang 5 juta KK dengan budidaya ikan, alat angkat, dan industri tepat guna. UKM yang 52 juta dengan paket kredit bunga rendah  dan persyaratan mudah. Penganggur 12 juta dan 30 juta setengah penganggur dengan diklat wirausaha dan industri pedesaan.

Secara statistik, juga harus disusun tingkat pendapatan dari yang terendah sampai tertinggi mulai dari tingkat RT/RW di setiap provinsi. Libatkan para ilmuan, LSM, Ormas, dalam perencanaan, pengawasan, dan evaluasi. Libatkan juga para ulam dan tokoh dalam menangani moral bangsa.

Itu semua dalam rangka menciptakan keseimbangan distribusi pendapatan, termasuk solusi untuk masalah-masalah riil yakni ekonomi, pendidikan, kesehatan, perumhan, dan masalah lingkungan dan malalah lainnya melalui tahapan : Kecukupan pangan, ketahanan pangan, ketahanan ekonomi, ketahanan nasional menuju ekonomi kesejahteraan yang kita cita-citakan bersama.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India